Jangan Dibuang! Minum Air Rebusan Biji Alpukat, Batu Ginjal Hancur Tak Tersisa

oleh -493 Dilihat
oleh
Alpukat

lahatsatu.id – Penderita batu ginjal mayoritas memutuskan melakukan operasi untuk mengangkat batu ginjal.

Namun menempuh jalan operasi pengangkatan batu ginjal tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Nah, ada temuan terbaru yang diklaim mampu menyelesaikan masalah batu ginjal, bahkan di percaya dapat menghancurkan batu ginjal.

Menariknya, dalam video yang diunggah di akun Instagram @almadinaiham, menggunakan cara ini tidak memiliki efek samping dan tidak perlu tanpa perlu bantuan seorang dokter apalagi melakukan operasi.

Obat yang diklaim sangat ampuh menyelesaikan batu ginjal ini adalah biji alpukat.

Biji alpukat yang merupakan buah asal dari Amerika Tengah itu cukup direbus, lalu diminum air rebusan tersebut.

“Jadi bagi penderita yang punya batu ginjal, yang mungkin tidak mau dioperasi, selama itu belum tersumbat total, bisa dilakukan dengan merebus biji alpukat, kemudian diminumkan airnya,” narasi video tersebut.

Jika ini benar adanya, tentu saja ini menjadi solusi baru bagi penderita batu ginjal yang enggan melakukan operasi.

Apalagi selama ini biji alpukat belum dimanfaatkan, umumnya masyarakat hanya mengambil daging alpukat saja untuk dikonsumsi.

Sedangkan biji alpukat dibuang begitu saja, tanpa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Lantas apa yang sebenarnya terkandung pada biji alpukat sehingga diklaim dapat mengobati batu ginjal?

Biji alpukat mengandung saponin, alkaloida, flavonoida, polifenol, dan quersetin. Biji alpukat juga bersifat diuretik alias peluruh kencing, serta antibakteri.

Sifat diuretik itu membuat aliran kencing lebih lancar dan menambah frekuensi berkemih.

Dengan demikian, biji alpukat memang berpotensi untuk membantu pengeluaran batu ginjal.

Meski hanya batu ginjal berukuran tertentu saja yang bisa diatasi dengan biji alpukat.

Sekedar informasi, alpukat merupakan tanaman asal Amerika Tengah yang memiliki nama latin tanaman persea americana.

Buah ini dikenalkan ke Indonesia oleh Hindia Belanda sekitar tahun 1920-1930, yang saat itu dibawa ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan lemak masyarakat yang tinggal di pegunungan.(mala)