LAHATSATU.ID, LAHAT — Untuk meningkatkan kualitas Pendidikan, PLTU Banjarsari membuka bimbingan belajar gratis untuk pelajar di Kabupaten Lahat. Proses belajar mengajar di gelar di area unit PLTU Banjarsari, dengan tenaga pengajar professional. Uniknya siswa tidak dipungut biaya, namun diwajibkan membayar dengan sampah plastik.
Pantauan di lapangan, sejumlah siswa bimbingan belajar sudah berdatangan setengah jam sebelum dimulai. Mereka diantar orangtuanya,kebanyakan menggunakan sepeda motor. Sebagian besar berasal dari berbagai sekolah dasar, yang berada di sekitar PLTU Banjarsari. Siswa tersebut terlihat membawa kantong di tangan masing-masing, berisi sampah plastik. Kemudian satu persatu sebelum kelas dimulai, para siswa menyerahkan sampah plastik yang dibawa ke guru pembimbing bimbingan belajar.
Putut Dwidjoseno selkau Executive Vice President PLTU Banjarsari didampingi Manager Umum Faza Ikhwana menjelaskan, program tersebut merupakan Corporate Sosial Responsibility (CSR) di bidang Pendidikan. Yakni program Banjarsari Pintar dan Cerdas (Bindas), yang menyasar para siswa untuk meningkatkan skil dan kemampuan belajar.
Untuk awal, mata pelajar yang digelar yakni mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Saat ini jumlah siswa pun masih terbatas yakni 60 orang, karena jumlah ruang kelas yang masih terbatas. Mereka berasal dari sejumlah sekolah dasar, yang berada di sekitar daerah operasional PLTU Banjarsari.
Untuk mengikuti bimbingan belajar ini, siswa yang ikut serta hanya diwajibkan membayar dengan sampah plastik. Mereka tidak dipungut iuaran sepeserpun, alias gratis tanpa uang pembayaran. Harapannya program ini bersinergi antara dunia Pendidikan, dan kepedulian lingkungan terutama dari sampah plastik.
“Kita baru mulai beberapa bulan, namun animo siswa yang mendaftar cukup tinggi. Sementara kita batasi dulu, karena keterbatasan ruang kelas,” ujar Faza Ikhwana, Selasa (16/04/2025).
Sejumlah orangtua yang turut mendampingi, mengaku sangat terbantu dengan program. Karena selama ini hanya mengandalkan pendidikan formal di sekolah saja,
karena ketidakmampuan soal biaya bila bimbel di luar sekolah.
“Anak kami suka dengan pola balajarnya, karena menyenangkan. Bimbelnya juga hanya bayar dengan sampah saja,” ujar seorang wali murid warga Desa Sirahpulau.